Beranda | Artikel
Menikahkan Orang yang Sendirian
Senin, 2 Desember 2024

DAFTAR ISI

  1. Perintah Untuk Menikahkan Orang yang Sendirian Tanpa Pasangan
  2. Anak Perempuan Jangan Dipaksa Atas Pernikahan yang Tidak Ia Suka
  3. Hukum Para Ayah yang Enggan Menikahkan Putri-Putrinya
  4. Ayah Memaksa Putranya Menikah
  5. Al-Kafaa-ah Dalam Pernikahan
  6. Siapakah Orang-Orang yang Kufu’ (Sama dan Sederajat) Itu?

Rumah Tangga Ideal

  1. Hak dan Kewajiban Suami Isteri Menurut Syari’at Islam

Perintah untuk menikahkan

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ

Al-inkaah – dalam ayat di atas – bersinonim dengan kata at-tazwiij. Sehingga bermakna zawwijuuhum (nikahkahlah mereka). Perintah tersebut terarah kepada para wali (dan tuan-tuan pemilik budak). Allah Azza wa Jalla al-Hakiim al-‘Aliim (Dzat Yang Maha Bijak dan Maha Mengetahui kemaslahatan) memerintahkan mereka agar menikahkan orang-orang yang berada di bawah perwaliannya yang masuk dalam kategori al-ayâma. Al-ayâma adalah bentuk plural kata al-ayyim.

Maksud al-ayâma di sini, ialah orang-orang yang tidak (belum) mempunyai pasangan hidup, baik dari kalangan kaum lelaki maupun perempuan. Entah pernah menikah – kemudian bercerai atau pasangan meninggal- maupun belum menjalani perkawinan. Maka, wajib bagi kerabatnya dan wali anak yatim, untuk menikahkan orang yang membutuhkan pernikahan dari orang-orang nafkahnya menjadi tanggungan si wali dengan memberi bantuan dan kemudahan agar tidak tersisa bujang maupun lajang kecuali sedikit saja.

Perintah dalam ayat di atas dalam tinjauan ilmu Ushul Fiqh bermakna wajib, karena tidak ada faktor lain yang memalingkannya. Demikian keterangan Syaikh al-Amîn asy-Syinqîthi rahimahullah dalam tafsirnya.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/129222-menikahkan-orang-yang-sendirian.html